Kisah Gadis Kecil Melakukan Mukjizat Penyembuhan
July 2007
Dari tepi Danau Poso yang elok di Desa Meko, Pamona Barat, Poso, Sulawesi Tengah, Selvin Bungge (8) telah menyedot perhatian jutaan orang di Indonesia. Gadis kecil ini tiba-tiba saja sanggup menyembuhkan ribuan orang hanya dengan jamahan dan doa.
Rasa penasaranlah yang membawa Aleksander Mangoting, koresponden Bahana di Rantepao, Tana Toraja, mengunjungi Meko. Empat hari (16-19/5) berada di sana, ia menyaksikan kerinduan dan semangat ribuan orang sakit yang bertahan menantikan mujizat kesembuhan.
TENDA DAN SEMANGAT SEMBUH
Hari masih pagi Rabu (16/5) itu, saat truk yang kami tumpangi berhenti di ujung Desa Meko. Lalu-lalang orang dan kendaraan dari berbagai daerah di Sulawesi membuat jalan kami terhambat. Warung-warung dadakan, penginapan sederhana dan WC umum berjajar pada sisi-sisi jalan. Inilah anugerah lain dari mukjizat Meko, batin saya. Truk yang membawa Bahana dan 20 jemaat lain dari Rantepao melaju pelan.
Tampak pucuk-pucuk tenda beraneka warna dari bahan terpal, sejak depan kantor kecamatan Pamona Barat hingga lapangan sepak bola. Ya, lapangan bola di depan rumah orangtua Selvin Bungge telah berubah menjadi pemukiman. Di bawah terpal-terpal itu ribuan orang berteduh dari terik dan hujan, menunggu giliran dijamah sang “dokter kecil”, julukan Selvin.
Bukan hanya lapangan. Tenda telah memenuhi lorong-lorong, halaman rumah, sekolah, balai desa, dan gereja. Sebuah keluarga dari Makassar membangun tenda di samping kandang babi. Mereka tidak peduli aroma kurang sedap yang menguap dari sana. Makan, minum, tidur dan aktivitas lain dilakukan seperti biasa saja. Barangkali dalam benak mereka, apalah arti bau tak sedap daripada kesembuhan yang akan diperoleh? “Pokoknya dua saudara kami ini bisa sembuh,” ucap seorang bapak. Mendengar kabar penyembuhan oleh Selvin, ia membawa 2 kerabatnya yang lumpuh ke Meko.
Kami dirikan tenda, menata barang-barang dan bekal. Hujan yang masih turun di Meko membuat tanah becek, berlumpur digenangi air. Saya maklum. Hari itu saja sekitar lima ribu orang berada di sana. Jika dihitung mundur sejak bulan Januari, saat awal mukjizat penyembuhan terjadi, barangkali telah ratusan ribu manusia menginjak-injak tanah di lapangan Meko itu.
PEMBARUAN BUDI
Kesembuhan fisik yang dialami orang-orang yang datang ke Meko, ibarat gunung es, hanya pucuknya saja. Akarnya, yang lebih besar dan kokoh, yang lebih abadi, adalah refleksi diri dan pertobatan. Kalau kita berhasil mengubur hawa nafsu dan keserakahan, kata Pdt. James Salarupa, S.Th, akan terjadi pembaruan budi. Pada saat itulah kita yakin Allah dapat melakukan apa saja, bahkan yang mustahil di mata manusia.
Dalam bahasa sehari-hari, Pdt. James merumuskan pembaruan budi sebagai tidak dendam, tidak percaya jimat, tidak menyembah berhala, tidak menginginkan istri orang lain, memberi maaf kepada yang menyakiti hati dan seterusnya, sebagai perwujudannya. “Di Meko yang terjadi adalah pertobatan, bersih diri, koreksi diri, sehingga terjadi pembaruan budi. Implikasi pembaruan budi adalah terjadi kesembuhan fisik,” jelas Pendeta dari Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Meko itu.
Membayar harga untuk kesembuhan tepat untuk menggambarkan situasi di Meko. Kerelaan menunggu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu di tenda-tenda yang lembab, dililit rasa bosan, makan seadanya, tidur beralas terpal atau papan, adalah bagian dari proses kesembuhan yang dinanti. Kerinduan untuk sembuh telah membawa mereka datang. Dengan kerinduan yang sama pula mereka kuat bertahan dalam penantian itu.
Selvin sejak semula telah menyampaikan pesan Tuhan, agar yang datang mencari kesembuhan harus sudah bersih dirinya. Syarat rohani ini harus dipenuhi. Pdt. Menathan Tulak, S.Th punya cerita tentang dua jemaat-nya. Mereka sudah 10 tahun berselisih paham dan tidak saling menyapa. Tetapi Meko mendamaikan keduanya. Sebelum ke sana mereka saling mengunjungi dan memberi maaf. Bahkan dalam perjalanan Toraja-Meko mereka duduk berdampingan dalam kendaraan yang sama. Begitulah, kebersihan jiwa menjadi syarat utamanya.
REKONSILIASI
Saat kerusuhan sosial merobek-robek Poso, masyarakat merasa Tuhan sudah meninggalkan mereka. Tokoh gereja seperti Pdt. Ishak Pole dan Pdt. James Salarupa sering mendapat pertanyaan bernada putus asa, ‘Di manakah Tuhan?’ atau ‘Masih adakah Tuhan di Poso?’ Saat peristiwa Meko muncul, keduanya yakin Tuhan telah memberi jawaban kepada jemaat mereka. “Inilah jawaban Tuhan kepada kami. Dia tidak pernah meninggalkan kita,” ucap Pdt. James tegas.
Pdt. Ishak mengamini peristiwa Meko merupakan jawaban Tuhan bagi masyarakat Poso pada umumnya. “Coba lihat itu kursi roda, tongkat-tongkat, kacamata di depan rumah Selvin. Itu bukti bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat pilihan-Nya,” katanya bersemangat. Bahwa orang dari berbagai daerah, agama, suku bangsa, gereja, dengan hati mendamba ingin mengalami kebesaran Tuhan di Meko tak terbantahkan. Media telah mengekspos begitu banyak mukjizat kesembuhan yang terjadi di sana.
Kanker stadium empat, stroke, lumpuh, buta, hanyalah sedikit dari beragam penyakit yang sirna setelah didoakan dan disentuh Selvin. Doa Bapa Kami dan lagu Allah Kuasa Melakukan Segala Perkara terus didaraskan dari tenda-tenda, penuh penghayatan. Kalau Anda sedang berada di Meko, udara seperti hanya menghembuskan cerita mukjizat kesembuhan yang dialami orang-orang.
TUHAN BEGITU DEKAT
Pada awalnya setiap orang dijamah satu persatu oleh Selvin sambil menyebutkan nama dan penyakit yang dideritanya. Tetapi setelah “pasien” mencapai ribuan orang, mereka tetap dijamah tanpa menyebutkan nama. Acara jamahan merupakan bagian yang selalu dinanti-nanti. Biasanya dilakukan setiap hari Jumat mulai pukul 07.00 – 12.00 , kemudian sore hari pukul 14.00 – 19.00. Di luar jam itu orang harus menanti seminggu lagi.
Tetapi Yesus pernah berkata, “jika punya iman sebesar sesawi saja, maka gunung-gunung itu bisa kamu suruh pindah”. Sungguh Allah Maha Kuasa melakukan perbuatan-perbuatan ajaib. Selama menunggu acara jamahan, orang-orang terus melantunkan Allah Kuasa Melakukan Segala Perkara. Orang-orang sakit duduk dalam lingkaran. Mereka sedikit demi sedikit bertepuk tangan mengikuti lagu-lagu yang dinyanyikan. Mula-mula perlahan, makin lama kian cepat, sampai mereka bisa berjalan.
Bahana menyaksikan sendiri Pdt. Ch. Latuperissa yang mengalami stroke berat. Di tengah-tengah doa dan nyanyian ia tiba-tiba melepas tongkatnya dan bisa berjalan dengan normal. Tangan kanannya yang lumpuh dapat ia gunakan lagi. Ia menyalami semua orang di dalam tenda dengan tangan kanannya, padahal sebelumnya pendeta yang sudah emeritus itu harus dibantu saat bersalaman.
Selama empat hari di Meko, mendengar dan menyaksikan sendiri mukjizat terjadi, beragam perasaan berbaur dalam diri saya. Tetapi di tepi danau Poso yang membentang luas itu, saat gerimis tiba-tiba berderai, saya merasa Tuhan begitu dekat.
Rasa penasaranlah yang membawa Aleksander Mangoting, koresponden Bahana di Rantepao, Tana Toraja, mengunjungi Meko. Empat hari (16-19/5) berada di sana, ia menyaksikan kerinduan dan semangat ribuan orang sakit yang bertahan menantikan mujizat kesembuhan.
TENDA DAN SEMANGAT SEMBUH
Hari masih pagi Rabu (16/5) itu, saat truk yang kami tumpangi berhenti di ujung Desa Meko. Lalu-lalang orang dan kendaraan dari berbagai daerah di Sulawesi membuat jalan kami terhambat. Warung-warung dadakan, penginapan sederhana dan WC umum berjajar pada sisi-sisi jalan. Inilah anugerah lain dari mukjizat Meko, batin saya. Truk yang membawa Bahana dan 20 jemaat lain dari Rantepao melaju pelan.
Tampak pucuk-pucuk tenda beraneka warna dari bahan terpal, sejak depan kantor kecamatan Pamona Barat hingga lapangan sepak bola. Ya, lapangan bola di depan rumah orangtua Selvin Bungge telah berubah menjadi pemukiman. Di bawah terpal-terpal itu ribuan orang berteduh dari terik dan hujan, menunggu giliran dijamah sang “dokter kecil”, julukan Selvin.
Bukan hanya lapangan. Tenda telah memenuhi lorong-lorong, halaman rumah, sekolah, balai desa, dan gereja. Sebuah keluarga dari Makassar membangun tenda di samping kandang babi. Mereka tidak peduli aroma kurang sedap yang menguap dari sana. Makan, minum, tidur dan aktivitas lain dilakukan seperti biasa saja. Barangkali dalam benak mereka, apalah arti bau tak sedap daripada kesembuhan yang akan diperoleh? “Pokoknya dua saudara kami ini bisa sembuh,” ucap seorang bapak. Mendengar kabar penyembuhan oleh Selvin, ia membawa 2 kerabatnya yang lumpuh ke Meko.
Kami dirikan tenda, menata barang-barang dan bekal. Hujan yang masih turun di Meko membuat tanah becek, berlumpur digenangi air. Saya maklum. Hari itu saja sekitar lima ribu orang berada di sana. Jika dihitung mundur sejak bulan Januari, saat awal mukjizat penyembuhan terjadi, barangkali telah ratusan ribu manusia menginjak-injak tanah di lapangan Meko itu.
PEMBARUAN BUDI
Kesembuhan fisik yang dialami orang-orang yang datang ke Meko, ibarat gunung es, hanya pucuknya saja. Akarnya, yang lebih besar dan kokoh, yang lebih abadi, adalah refleksi diri dan pertobatan. Kalau kita berhasil mengubur hawa nafsu dan keserakahan, kata Pdt. James Salarupa, S.Th, akan terjadi pembaruan budi. Pada saat itulah kita yakin Allah dapat melakukan apa saja, bahkan yang mustahil di mata manusia.
Dalam bahasa sehari-hari, Pdt. James merumuskan pembaruan budi sebagai tidak dendam, tidak percaya jimat, tidak menyembah berhala, tidak menginginkan istri orang lain, memberi maaf kepada yang menyakiti hati dan seterusnya, sebagai perwujudannya. “Di Meko yang terjadi adalah pertobatan, bersih diri, koreksi diri, sehingga terjadi pembaruan budi. Implikasi pembaruan budi adalah terjadi kesembuhan fisik,” jelas Pendeta dari Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Meko itu.
Membayar harga untuk kesembuhan tepat untuk menggambarkan situasi di Meko. Kerelaan menunggu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu di tenda-tenda yang lembab, dililit rasa bosan, makan seadanya, tidur beralas terpal atau papan, adalah bagian dari proses kesembuhan yang dinanti. Kerinduan untuk sembuh telah membawa mereka datang. Dengan kerinduan yang sama pula mereka kuat bertahan dalam penantian itu.
Selvin sejak semula telah menyampaikan pesan Tuhan, agar yang datang mencari kesembuhan harus sudah bersih dirinya. Syarat rohani ini harus dipenuhi. Pdt. Menathan Tulak, S.Th punya cerita tentang dua jemaat-nya. Mereka sudah 10 tahun berselisih paham dan tidak saling menyapa. Tetapi Meko mendamaikan keduanya. Sebelum ke sana mereka saling mengunjungi dan memberi maaf. Bahkan dalam perjalanan Toraja-Meko mereka duduk berdampingan dalam kendaraan yang sama. Begitulah, kebersihan jiwa menjadi syarat utamanya.
REKONSILIASI
Saat kerusuhan sosial merobek-robek Poso, masyarakat merasa Tuhan sudah meninggalkan mereka. Tokoh gereja seperti Pdt. Ishak Pole dan Pdt. James Salarupa sering mendapat pertanyaan bernada putus asa, ‘Di manakah Tuhan?’ atau ‘Masih adakah Tuhan di Poso?’ Saat peristiwa Meko muncul, keduanya yakin Tuhan telah memberi jawaban kepada jemaat mereka. “Inilah jawaban Tuhan kepada kami. Dia tidak pernah meninggalkan kita,” ucap Pdt. James tegas.
Pdt. Ishak mengamini peristiwa Meko merupakan jawaban Tuhan bagi masyarakat Poso pada umumnya. “Coba lihat itu kursi roda, tongkat-tongkat, kacamata di depan rumah Selvin. Itu bukti bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat pilihan-Nya,” katanya bersemangat. Bahwa orang dari berbagai daerah, agama, suku bangsa, gereja, dengan hati mendamba ingin mengalami kebesaran Tuhan di Meko tak terbantahkan. Media telah mengekspos begitu banyak mukjizat kesembuhan yang terjadi di sana.
Kanker stadium empat, stroke, lumpuh, buta, hanyalah sedikit dari beragam penyakit yang sirna setelah didoakan dan disentuh Selvin. Doa Bapa Kami dan lagu Allah Kuasa Melakukan Segala Perkara terus didaraskan dari tenda-tenda, penuh penghayatan. Kalau Anda sedang berada di Meko, udara seperti hanya menghembuskan cerita mukjizat kesembuhan yang dialami orang-orang.
TUHAN BEGITU DEKAT
Pada awalnya setiap orang dijamah satu persatu oleh Selvin sambil menyebutkan nama dan penyakit yang dideritanya. Tetapi setelah “pasien” mencapai ribuan orang, mereka tetap dijamah tanpa menyebutkan nama. Acara jamahan merupakan bagian yang selalu dinanti-nanti. Biasanya dilakukan setiap hari Jumat mulai pukul 07.00 – 12.00 , kemudian sore hari pukul 14.00 – 19.00. Di luar jam itu orang harus menanti seminggu lagi.
Tetapi Yesus pernah berkata, “jika punya iman sebesar sesawi saja, maka gunung-gunung itu bisa kamu suruh pindah”. Sungguh Allah Maha Kuasa melakukan perbuatan-perbuatan ajaib. Selama menunggu acara jamahan, orang-orang terus melantunkan Allah Kuasa Melakukan Segala Perkara. Orang-orang sakit duduk dalam lingkaran. Mereka sedikit demi sedikit bertepuk tangan mengikuti lagu-lagu yang dinyanyikan. Mula-mula perlahan, makin lama kian cepat, sampai mereka bisa berjalan.
Bahana menyaksikan sendiri Pdt. Ch. Latuperissa yang mengalami stroke berat. Di tengah-tengah doa dan nyanyian ia tiba-tiba melepas tongkatnya dan bisa berjalan dengan normal. Tangan kanannya yang lumpuh dapat ia gunakan lagi. Ia menyalami semua orang di dalam tenda dengan tangan kanannya, padahal sebelumnya pendeta yang sudah emeritus itu harus dibantu saat bersalaman.
Selama empat hari di Meko, mendengar dan menyaksikan sendiri mukjizat terjadi, beragam perasaan berbaur dalam diri saya. Tetapi di tepi danau Poso yang membentang luas itu, saat gerimis tiba-tiba berderai, saya merasa Tuhan begitu dekat.
(Rantepao akhir Mei 2007, Aleksander Mangoting)
KESAKSIAN:
Martha M.Kombolangi s June 7th, 2007 at 7:33 am
Saya bekerja di perusahaan asing di Balikpapan, sehingga saat saya mendengar berita mengenai ’dokter kecil’ dari Meko, saya langsung searching lewat google untuk mencari berita tersebut dan blog ini memberikan informasi yang cukup bermanfaat buat saya. Saya mengambil cuti selama 2 minggu, khusus untuk ke Meko. Saya berada di Meko dari 13 – 19 Mei 2007 dan sengaja mencari tempat di balai desa /Baruga supaya bisa sepenuhnya mengikuti kebaktian yang diadakan malam hari. Saya sebagai orang awam melihat dengan mata kepala sendiri mujizat yang terjadi di Meko dimana orang lumpuh berjalan, orang bisu berbicara, orang tuli mendengar, orang bungkuk menjadi lurus, dll. Saya hadir disana bukan untuk bertemu Selvin atau ibunya tapi saya rindu untuk melihat kemuliaan Tuhan.
Ratusan ribu orang dari suku bangsa saya Toraja bertobat datang pada Tuhan mengakui segala dosa, membuang kebiasaan lama merokok, judi, berhala, dll. Bahkan pendeta-pendeta Gereja Toraja berbondong-bondong datang untuk bertobat dan menikmati kemuliaan Tuhan.
Orang-orang Toraja berbondong-bondong turun dari gunung keluar dari kampung-kampung datang dari pulau-pulau seluruh Indonesia untuk melihat dan menikmati kemuliaan Tuhan. Mujizat-mujizat itu terjadi tanpa ataupun dengan jamahan Selvin/ ibunya.
Mujizat banyak terjadi saat jemaat menaikkan pujian dengan sepenuh hati kepada Tuhan, bahkan saya melihat sendiri seorang keturunan Tionghoa dari Makasar diarak orang di jalan sambil menyanyikan "Bilur-Nya, bilur-Nya" karena dia yang tadinya lumpuh dan bisu langsung berjalan dan berbicara saat baru sampai di lapangan Meko.
Tidak akan pernah terlupa dari ingatan saya akan peristiwa ini, karena saya tidak akan pernah melihat orang-orang berjalan di jalan berarakan menyanyikan "Bilur-Nya, bilur-Nya" selain di Meko.
Tidak ada satupun unsur okultisme... Tapi yang ada adalah Roh Allah bekerja luar biasa melalui puji-pujian yang dinyanyikan terus-menerus dari jam 08 sampai jam 12 malam. Dilanjutkan dengan kebaktian dari jam 12 sampai jam 3 pagi. Tidak ada kegiatan siang hari, kecuali hari Jumat ada jamahan yang dilakukan oleh ibunya Selvin. Tidak ada komat-kamit okultisme, yang ada adalah Roh Allah bekerja, imbauan untuk bertobat, rajin beribadah, rajin berdoa dan membaca Alkitab dan percaya sepenuhnya bahwa Alkitab adalah firman Allah, Efesus 5 ayat 1-21 diulang-ulang dibacakan agar orang hidup sebagai anak-anak terang. Penerapan doa Bapa kami dalam hidup sehari-hari juga diajarkan.
Revival dan pemulihan iman yang luar biasa terjadi dalam Gereja Toraja.
Biarkanlah orang yang mengatakan melihat naga ataupun gambar lainnya di depan rumah Selvin berkata demikian, terlalu banyak hal mistis yang harus diperdebatkan. Bahkan banyak orang yang membuat rumor yang terlalu berlebihan mengenai Selvin, katanya dia pernah berjalan di atas air saat menghentikan banjir dari sungai Meko, semua itu hal yang salah. Selvin hanyalah anak-anak biasa, dia juga tidak ingin orang mengagungkan dia. Dia dan ibunya selalu menekankan bahwa mereka hanyalah alat Tuhan, bukan mereka yang menyembuhkan tetapi iman kita kepada Kuasa Tuhan Yesus.
Itulah yang membuat jemaat bersemangat menyanyikan "Allah kuasa melakukan", "Bilur-Nya BilurNya, Bilur-Nya sungguh heran", "Yesus itulah satu-satunya penolongku yang sungguh…" bisa dinyanyikan berulang-ulang sampai 50 x ...
Biarlah semua orang memuji Tuhan karena Yesus Tuhanku, Engkau luar biasa!
KESAKSIAN:
Yoseph Rende Batti June 29th, 2007 at 3:47 pm
Pdt. DR. Henoch F. Saerang yang kami hormati,
Salam dalam kasih Tuhan Yesus,
Semoga tulisan ini tidak dianggap sebagai bantahan;
Nama saya Rende Batti’, saya bukanlah apa-apa, saya hanyalah anggota jemaat biasa sebuah Gereja kecil di Bekasi Timur, saya bukan pendukung/pengikut Selvin dan ibunya tapi saya adalah pengikut Yesus.
Menanggapi tulisan Bapak tentang Meko,
Saya telah kembali dari desa Meko, desa yg sejuk di pinggiran danau Poso. Sungguh sebuah pemandangan yang indah dapat kita saksikan di sana, jauh dari kebisingan kota dari Palu sekitar 340 km, sedangkan dari Makassar sekitar 700 km (sekiranya Tuhan menghendaki saya akan kembali ke sana). Karena didorong oleh keinginan untuk mengalami dan menyaksikan lawatan Allah maka semua kendala yang ada kami kesampingkan, jarak dari Jakarta ke Makassar melewati jalan darat menuju Meko ataupun masalah biaya, itu tidak menjadi kalkulasi yang utama, itu sama sekali tidak boleh dihitung-hitung.
Sungguh luar biasa, menyaksikan apa yang pernah kami baca dalam Alkitab dapat kami saksikan di sana. ”Yang buta bisa melihat, yang lumpuh bisa berjalan, dan banyak penyakit lain yang sudah disembuhkan”, sungguh sebuah perjalanan Rohani yang mengesankan. Syukur itu terjadi pada jaman di mana saya ada.
Mengapa anak kecil yang dipilih?? Salah satu ”keberatan” dalam tulisan Bapak:
1. Sebagai orang Kristen, kita meyakini bahwa Allah itu transenden (diluar akal dan logika manusia) meski manusia itu sudah merasa ahli theologia sekalipun tidak akan pernah bisa menyelami apa maksud Tuhan secara keseluruhan. Ada bagian-bagian yang menjadi rahasia Tuhan, ingat Daud dipilih oleh Tuhan pada saat Daud masih sangat muda, belum melalui proses apapun kecuali gembala padahal yang dipimpin oleh Daud adalah umat pilihan Tuhan. Kekuasaan dan kemauan Tuhan tidak dapat diganggu-gugat oleh manusia manapun. Memang ada beberapa orang sebelum dipakai oleh Tuhan terlebih dahulu melalui proses, tapi kan tidak semuanya harus berlaku sama, sekali lagi itu adalah otoritas Allah. Bukan seperti rumus karena A maka B, atau karena si A melalui proses maka si B juga harus demikian.
2. Anak kecil belum tahu apa-apa untuk dapat menyombongkan diri juga belum tahu komersil untuk sesuatu yang dicapainya, dan anak kecil adalah simbol kepolosan dan kesederhanaan sikap apa adanya. Ini sebenarnya tamparan buat orang yang terlalu merasa lebih rohani dari sesamanya. (Pernah ada seorang pasien yang disembuhkan, hendak memberikan uang Rp 5 juta pada Selvin. Namun Selvin hanya mengambil Rp. 1000 dan mengatakan, uang itu akan didermakannya untuk gereja di hari Minggu, Solusi SCTV 4 April). Di sana tidak ada kantong persembahan yang dijalankan setiap kebaktian/ session ibadah, yang ada hanya kerelaan untuk memberikan pada saat perpisahan Sabtu pagi.
3. Tuhan sering memperkenalkan Diri melalui hal-hal sederhana (1 Raja-Raja 19:11–13). Bagaimana Tuhan menampakkan diri kepada Elia melalui angin sepoi-sepoi basa, bukan melalui angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu atau melalui gempa atau melalui api. Tuhan juga menyapa kita melalui wujud bayi Yesus dari keluarga yang sangat sederhana. Di sana ada yang tidak sembuh bahkan ada yang meninggal ? … itu benar; pada jaman Tuhan Yesus saja tidak setiap orang sakit yang berjumpa dengan Yesus serta merta disembuhkan bahkan pada jaman itu juga tetap ada yang meninggal, lalu apakah ini lantas akan mengubah kepercayaan kita kepada Yesus? … Ingat Yesus datang tidak seperti yang diharapkan oleh orang Israel (gagah perkasa, pemberani dan mampu membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi pada masa itu) bahkan terakhir harus tergantung di kayu salib tanpa daya!!! Lalu apakah ini juga harus membuat kita mundur? Mengapa Meko sebuah desa yang sederhana bukan Istora atau hotel berbintang??
Meko adalah bagian kecil dari kabupaten Poso desa yang sederhana. Di sana juga pernah terjadi konflik horisontal antar umat beragama. Yang ada di sana Tuhan mengajarkan kepada manusia bagaimana saling berbagi, saling memaafkan dan saling menolong tanpa berpikir untung-ruginya.
Lalu mengapa bukan di Istora atau hotel berbintang? Supaya orang dari segala lapisan dapat merasakan jamahan dari Tuhan tersebut. Saya juga mungkin akan kikuk semisal itu terjadi di hotel berbintang, apalagi orang-orang kampung yang sangat sederhana yang juga banyak datang ke sana, tempatnya sangat sederhana dari tenda-tenda plastik alas papan. Semua orang dari berbagai lapisan berbaur jadi satu, hal yang tidak mungkin terlihat jika sekiranya itu terjadi di tempat yang mewah.
Berdoa menurut keyakinan masing-masing dan saya akan pimpin dalam doa Bapa Kami? Itu juga benar.
Ini sangat jelas!!! Manusia diberi kebebasan untuk memilih, karena di sana tidak ada sistem doktrin bahwa orang harus jadi Kristen terlebih dahulu baru bisa disembuhkan, di sana yang ditekankan adalah bagaimana meyakini adanya Tuhan. Di sisi lain saya yakin yang bekerja di sana adalah Tuhan yang kita sembah, setiap orang yang ke sana diperlihatkan bagaimana kuasa Tuhan yang kita sembah itu bekerja secara dasyat!!! Sungguh hanya dengan puji-pujian, orang dari keyakinan lain tetap diingatkan bahwa yang menyembuhkan mereka adalah Tuhan, tinggal bagaimana manusia itu memahami Tuhan yang mana yang menyembuhkan mereka (meskipun itu dibahasakan sesuai dengan keyakinan mereka tetapi tetap ”hanya ada satu Tuhan”). Terjemahan Alkitab sendiri untuk Tuhan menyesuaikan dengan bahasa lokal/ setempat, disebut apa ”Yang Maha Kuasa / Yang Mulia” pada daerah tersebut, itu yang diikuti untuk terjemahan Tuhan (di sana tidak dikatakan Allah kita sama). Sekali lagi tinggal manusianya memahami Tuhan yang mana yang telah menyembuhkannya dan Tuhan mana yang harus disembah, apakah Tuhan dari orang yang telah mendoakannya, ataukah Tuhan yang dia sapa lewat doanya sendiri.
Ingat sejak awal penciptaan alam di dalam taman Eden, Tuhan menghadirkan pohon pengetahuan baik dan jahat. Ini jelas bagi kita bahwa dari awal manusia diberikan kebebasan untuk memilih, tentunya memilih dengan segala konsekuensi, dan ini bukan berarti Allah membiarkan manusia untuk jatuh ke dalam dosa, itu kita yakini bersama.
Mungkin saja kalau di Meko diisi dengan banyak khotbah maka orang dari keyakinan lain akan merasa didoktrin bahkan mungkin ada yang akan mengatakan ”memanfaatkan kesempatan untuk Kristenisasi”, ini kan fatal. Untuk kasus ini saya yakin Tuhan sudah berencana dari awal.
Puji Tuhan, peristiwa Meko membawa banyak perubahan drastis, banyak orang dengan sendirinya rajin ke Gereja pada hari minggu, banyak meninggalkan kebiasaan buruk, lebih dahsyat lagi banyak orang yang kembali dari Meko menyerahkan diri untuk dibaptis, lalu apakah ini tidak akan anggap sebagai pekerjaan Roh Kudus? Tinggal bagaimana pihak Gereja me-”manage” hal ini sehingga orang tidak lagi menjadi kendor atau malah bahkan mundur.
Yang terakhir: di sana hanyalah berdoa, baca firman dan menyanyi Lagu Rohani tanpa iringan musik sama sekali, ya, hanya dengan tepuk tangan semuanya dengan penuh kesederhanaan. Orang tidak dipaksakan untuk mengucapkan bahasa yang tidak dimengerti oleh diri sendiri dan juga tidak dapat dimengerti oleh orang lain, yang ada bagaimana orang menangkap pesan yang ada lewat pujian, doa dan pembacaan yang mereka dengar!!!
Jangan mempermainkan keyakinan dengan logika manusia yang sebenarnya sangat terbatas, yang penting mau menerima kuasa Tuhan dengan segala kepolosan tanpa harus berlogika, tetapi hanya dengan iman, karena kematian dan kebangkitan Yesuspun tidak akan pernah terjangkau oleh logika manusia.
SEBUAH KESAKSIAN dan PERJALANAN KE MEKO
Dear Sang Torayan,
Di bawah ini saya berbagi apa yang saya alami dan lihat sendiri di desa Meko. Semoga menjadi berkat bagi kita semua.
Minggu lalu saya baru dari desa Meko. saya melihat sendiri bagaimana Allah menyatakan kasih-Nya lewat kesembuhan begitu banyak orang. Sebelumnya, saya tidak menyangka akan menjumpai situasi seperti itu. Saya berangkat ke Meko berdasarkan sepotong informasi via sms tentang seorang anak di tempat saya yang saya ketahui buta sejak lahir, tapi telah melihat karena mengalami penyembuhan di desa Meko. Pada saat itu, saya sedang sibuk-sibuknya jadi tidak sempat melirik ke milis ini, jadi tidak tau juga kalau mujizat Meko sudah diposting di milis ini. Cukup mengherankan bagi saya kemudian, bahwa tiba-tiba saja saya memutuskan berangkat ke Meko, hanya dengan sebuah sms (satu sms, bukan beberapa sms!). Hari itu juga saya pesan tiket untuk keesokan harinya ke Palu, padahal saya belum mengajukan cuti di kantor. Saat mengajukan cuti lewat telpon, ajaib juga, atasan saya langsung mengabulkan, tanpa banyak tanya, padahal aturan main di tempat kerja saya, cuti diajukan minimal satu bulan sebelumnya. Ini cuma satu hari sebelumnya! Urusan cuti beres, ternyata flight penuh semua! Tapi saya tetap tenang. Sore hari saya dapat kabar, ada pembatalan, tersedia satu tiket untuk ke Palu keesokan harinya.
Tanggal 4 April, malam hari, saya tiba di Palu. Ini perjalanan saya yang pertama ke wilayah Sulawesi Tengah. Rencananya saya langsung ke Tentena malam itu, tetapi karena cuaca buruk, penerbangan sempat diundur beberapa jam, sehingga sampai di Palu pada pukul 21.20, padahal bis terakhir ke Tentena berangkat 21.00. Akhirnya Kamis, tanggal 5 April, 10.00 saya meninggalkan Palu menuju Tentena. Sampai di terminal Tentena sudah sore, angkutan terakhir ke Meko sudah berangkat, tapi tidak jadi masalah karena cukup banyak ojek tersedia di terminal Tentena ke Meko.
Mendung menggayut di Tentena dan sekitarnya, tampaknya akan hujan deras, dan memang demikian. Di perjalanan kami dihadang hujan deras, berhenti berteduh sambil ngobrol dengan bapak ojek. Ternyata ada hikmahnya juga. Bapak ojek menyatakan pandangan-pandangannya yang sangat menguatkan mengenai mujizat Meko. Dalam guyuran hujan kami nekad meneruskan perjalanan karena kalau menunggu hujan berhenti, entah jam berapa baru dapat mencapai Meko. Menyusuri jalanan kecil, berliku, naik turun, sepanjang pinggiran danau Poso, udara sangat dingin, tapi tidak ada penyesalan! Beruntung semua bawaan saya packing dengan plastik sebelum dimasukkan tas, jadi bisa dipastikan tidak akan basah.
Sebelum memasuki Meko, bapak ojek mengajak singgah di rumah adiknya, untuk ganti pakaian, karena basah kuyup, sementara menurut beliau akan sulit bila ganti pakaian di Meko, sudah ribuan orang! Setelah menikmati kopi panas, kami melanjutkan menuju Meko. Sesampai di Meko saya mendapati situasi yang begitu "riuh". Begitu banyak mobil, begitu banyak orang, begitu banyak tenda, begitu banyak warung, hujan, berlumpur, becek, tapi suasananya begitu damai... Saya sebenarnya membawa tenda yang praktis untuk dipasang, tetapi mengingat saya tiba malam hari, dalam keadaan hujan deras, cukup sulit untuk mencari lokasi dimana saya bisa memasang tenda saya, karena tenda sudah ada dimana-mana... Akhirnya, dengan bantuan bapak ojek, saya bergabung dengan tenda serombongan orang dari Tentena. Ternyata tidak cuma saya, orang lain yang bergabung sebelumnya dalam tenda sudah ada seorang ibu dan anaknya dari Luwuk, dua orang bapak dan anaknya dari Toraja dan 2 ibu Muslimah. Jadilah satu tenda itu diisi oleh sekitar 20 orang! Penuh sesak, tapi malah hangat, dalam udara dingin.
Seharusnya saya lelah, setelah menempuh perjalanan darat hampir 8 jam, kehujanan pula! Tapi tidak, kami langsung bernyanyi-nyanyi dalam tenda. Dan pemandangan mengenaskan dimulai. Begitu banyak orang sakit lalu-lalang di depan tenda kami, mereka semua menuju ke balai desa atau halaman rumah Selvin, yang menjadi sentral puji-pujian. Logika saya, dalam siraman hujan, tengah malam begini, seharusnya orang sakit tidak berkeliaran di luar, makin parah nantinya! Tapi tidak, wajah-wajah penuh harapan, baik dari yang bersangkutan maupun yang membawa, semua tumpah-ruah berusaha gabung dengan yang lain-lain untuk memuji Tuhan. Malam itu, berkali-kali terdengar sorak-sorai, menandakan kesembuhan telah terjadi lagi. Pujian terus dikumandangkan sampai pagi: Jum'at Agung.
Jum'at agung, penjamahan dimulai. Ibunda Selvin mulai menjamah setiap yang hadir sejak jam 07.00, baik di depan rumahnya maupun berjalan dari tenda ke tenda. Estimasi saya ada puluhan ribu orang yang hadir saat itu. Ibunda Selvin menganjurkan untuk setiap yang sudah dijamah atau yang menunggu giliran untuk menuju ke gereja yang ada di Meko, melakukan Perjamuan Kudus yang diadakan gereja dalam rangka Jum'at Agung. Setelah beristirahat selama 2 jam, penjamahan dilanjutkan kembali dari jam 14.00 sampai selesai malam hari, sekitar 20.30! Yang lumpuh berjalan, buta melihat, bisu bicara, gila mulai tenang bahkan mulai memuji Tuhan! Itu yang terlihat secara fisik, belum lagi yang sembuh dari penyakit dalam. Mengiringi ibunda Selvin, terlihat juga Pdt. Rinaldy Damanik, mantan Ketua Sinode GKST (wawancara eksklusif dengan beliau sudah diposting juga di milis ini).
Saya cuma termangu. Diri begitu kecil, di hadapan Allah yang begitu berkuasa. Sabtu pagi, 7 April setelah ibadah pagi saya meninggalkan Meko menuju Toraja, memanfaatkan sisa cuti.
Rabu, 11 april 2007, untuk yg kedua kalinya saya kembali ke Meko, kali ini saya berangkat dari Toraja. Dan lagi-lagi, saya menyaksikan Allah bekerja luarbiasa. Dalam tenda kami, pada Jum'at pagi, 13 April 2007, sebelum penjamahan mencapai tenda kami, 3 orang lumpuh telah berjalan! Kursi rodapun ditinggal di Meko. Seorang yang saya kenal, diharuskan mengkonsumsi obat seumur hidupnya, dan sudah 4 tahun dia menjalani hal tersebut setiap hari. Jika sehari tidak mengkonsumsi obat, akan mengalami kram. Sampai saya berpisah dengannya di Makassar, karena berbeda daerah tujuan selanjutnya, ia sudah lebih seminggu tidak minum obat dan tidak terjadi apa-apa. Sembuh. Lagi-lagi terjadi begitu banyak kesembuhan.
Bagi saya pribadi, lawatan Allah di Meko, selain menyentuh jasmani, ada yang lebih dalam dari itu: menyembuhkan jiwa dan rohani. Beberapa orang terdekat berhenti merokok. Gereja Toraja jemaat Palato, Sa'dan dimana saya hadir beribadah, penuh sesak, bahkan ada yang berdiri karena bangku penuh, termasuk yang di balkon, berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Jemaat yang baru pulang dari Meko bersaksi dengan menaikkan puji-pujian, spontanitas, tanpa latihan sebelumnya, yang tidak muat untuk berdiri di depan, berdiri di tempat masing-masing, bersama-sama memuji Tuhan. Seorang nenek setelah dari Meko mengumpulkan anak-anak SD sekitar tempat tinggalnya, dan dengan suara pas-pasan mengajari mereka lagu-lagu rohani! Semula saya pikir nenek tersebut yang minta diajari, ternyata sang nenek yang mengajarkan pujian. Waktu saya tanya kenapa mengajari anak-anak kecil lagu-lagu rohani, dijawabnya dengan muka serius: "Kan nakua Puang Matua, male komi umpatale' sukaran aluk-Ku" (kira-kira terjemahannya: "Tuhan berkata, pergilah kamu menyebarkan injil-Ku"). Sentuhan-Nya pada pribadi-pribadilah yang mampu membuat perubahan yang begitu fenomenal. Terakhir saya kembali ke Toraja akhir 2005, ketika saya bandingkan dengan kepulangan saya April 2007 ini, maka di Toraja, setidaknya di lingkungan saya berada, sangat berbeda, sukacita, damai, kesatuan jauh lebih terasa. Sangat menyenangkan!!
Apabila diberi kesempatan, saya masih ingin kembali ke Meko, desa kecil, yang bagi saya merupakan surganya dunia! Mudah-mudahan banyak di antara kita yang juga tergerak ke Meko. Bukan untuk apa-apa, selain untuk mengalami sentuhan-NYA bagi tubuh, jiwa, roh kita masing-masing. Dan akhirnya, benar dan Amin, Allah kuasa melakukan segala perkara!
Diberi kesempatan mengalami lawatan-NYA,
-imaji-
Sumber: http://www.gerejatoraja.com
Martha M.Kombolangi s June 7th, 2007 at 7:33 am
Saya bekerja di perusahaan asing di Balikpapan, sehingga saat saya mendengar berita mengenai ’dokter kecil’ dari Meko, saya langsung searching lewat google untuk mencari berita tersebut dan blog ini memberikan informasi yang cukup bermanfaat buat saya. Saya mengambil cuti selama 2 minggu, khusus untuk ke Meko. Saya berada di Meko dari 13 – 19 Mei 2007 dan sengaja mencari tempat di balai desa /Baruga supaya bisa sepenuhnya mengikuti kebaktian yang diadakan malam hari. Saya sebagai orang awam melihat dengan mata kepala sendiri mujizat yang terjadi di Meko dimana orang lumpuh berjalan, orang bisu berbicara, orang tuli mendengar, orang bungkuk menjadi lurus, dll. Saya hadir disana bukan untuk bertemu Selvin atau ibunya tapi saya rindu untuk melihat kemuliaan Tuhan.
Ratusan ribu orang dari suku bangsa saya Toraja bertobat datang pada Tuhan mengakui segala dosa, membuang kebiasaan lama merokok, judi, berhala, dll. Bahkan pendeta-pendeta Gereja Toraja berbondong-bondong datang untuk bertobat dan menikmati kemuliaan Tuhan.
Orang-orang Toraja berbondong-bondong turun dari gunung keluar dari kampung-kampung datang dari pulau-pulau seluruh Indonesia untuk melihat dan menikmati kemuliaan Tuhan. Mujizat-mujizat itu terjadi tanpa ataupun dengan jamahan Selvin/ ibunya.
Mujizat banyak terjadi saat jemaat menaikkan pujian dengan sepenuh hati kepada Tuhan, bahkan saya melihat sendiri seorang keturunan Tionghoa dari Makasar diarak orang di jalan sambil menyanyikan "Bilur-Nya, bilur-Nya" karena dia yang tadinya lumpuh dan bisu langsung berjalan dan berbicara saat baru sampai di lapangan Meko.
Tidak akan pernah terlupa dari ingatan saya akan peristiwa ini, karena saya tidak akan pernah melihat orang-orang berjalan di jalan berarakan menyanyikan "Bilur-Nya, bilur-Nya" selain di Meko.
Tidak ada satupun unsur okultisme... Tapi yang ada adalah Roh Allah bekerja luar biasa melalui puji-pujian yang dinyanyikan terus-menerus dari jam 08 sampai jam 12 malam. Dilanjutkan dengan kebaktian dari jam 12 sampai jam 3 pagi. Tidak ada kegiatan siang hari, kecuali hari Jumat ada jamahan yang dilakukan oleh ibunya Selvin. Tidak ada komat-kamit okultisme, yang ada adalah Roh Allah bekerja, imbauan untuk bertobat, rajin beribadah, rajin berdoa dan membaca Alkitab dan percaya sepenuhnya bahwa Alkitab adalah firman Allah, Efesus 5 ayat 1-21 diulang-ulang dibacakan agar orang hidup sebagai anak-anak terang. Penerapan doa Bapa kami dalam hidup sehari-hari juga diajarkan.
Revival dan pemulihan iman yang luar biasa terjadi dalam Gereja Toraja.
Biarkanlah orang yang mengatakan melihat naga ataupun gambar lainnya di depan rumah Selvin berkata demikian, terlalu banyak hal mistis yang harus diperdebatkan. Bahkan banyak orang yang membuat rumor yang terlalu berlebihan mengenai Selvin, katanya dia pernah berjalan di atas air saat menghentikan banjir dari sungai Meko, semua itu hal yang salah. Selvin hanyalah anak-anak biasa, dia juga tidak ingin orang mengagungkan dia. Dia dan ibunya selalu menekankan bahwa mereka hanyalah alat Tuhan, bukan mereka yang menyembuhkan tetapi iman kita kepada Kuasa Tuhan Yesus.
Itulah yang membuat jemaat bersemangat menyanyikan "Allah kuasa melakukan", "Bilur-Nya BilurNya, Bilur-Nya sungguh heran", "Yesus itulah satu-satunya penolongku yang sungguh…" bisa dinyanyikan berulang-ulang sampai 50 x ...
Biarlah semua orang memuji Tuhan karena Yesus Tuhanku, Engkau luar biasa!
KESAKSIAN:
Yoseph Rende Batti June 29th, 2007 at 3:47 pm
Pdt. DR. Henoch F. Saerang yang kami hormati,
Salam dalam kasih Tuhan Yesus,
Semoga tulisan ini tidak dianggap sebagai bantahan;
Nama saya Rende Batti’, saya bukanlah apa-apa, saya hanyalah anggota jemaat biasa sebuah Gereja kecil di Bekasi Timur, saya bukan pendukung/pengikut Selvin dan ibunya tapi saya adalah pengikut Yesus.
Menanggapi tulisan Bapak tentang Meko,
Saya telah kembali dari desa Meko, desa yg sejuk di pinggiran danau Poso. Sungguh sebuah pemandangan yang indah dapat kita saksikan di sana, jauh dari kebisingan kota dari Palu sekitar 340 km, sedangkan dari Makassar sekitar 700 km (sekiranya Tuhan menghendaki saya akan kembali ke sana). Karena didorong oleh keinginan untuk mengalami dan menyaksikan lawatan Allah maka semua kendala yang ada kami kesampingkan, jarak dari Jakarta ke Makassar melewati jalan darat menuju Meko ataupun masalah biaya, itu tidak menjadi kalkulasi yang utama, itu sama sekali tidak boleh dihitung-hitung.
Sungguh luar biasa, menyaksikan apa yang pernah kami baca dalam Alkitab dapat kami saksikan di sana. ”Yang buta bisa melihat, yang lumpuh bisa berjalan, dan banyak penyakit lain yang sudah disembuhkan”, sungguh sebuah perjalanan Rohani yang mengesankan. Syukur itu terjadi pada jaman di mana saya ada.
Mengapa anak kecil yang dipilih?? Salah satu ”keberatan” dalam tulisan Bapak:
1. Sebagai orang Kristen, kita meyakini bahwa Allah itu transenden (diluar akal dan logika manusia) meski manusia itu sudah merasa ahli theologia sekalipun tidak akan pernah bisa menyelami apa maksud Tuhan secara keseluruhan. Ada bagian-bagian yang menjadi rahasia Tuhan, ingat Daud dipilih oleh Tuhan pada saat Daud masih sangat muda, belum melalui proses apapun kecuali gembala padahal yang dipimpin oleh Daud adalah umat pilihan Tuhan. Kekuasaan dan kemauan Tuhan tidak dapat diganggu-gugat oleh manusia manapun. Memang ada beberapa orang sebelum dipakai oleh Tuhan terlebih dahulu melalui proses, tapi kan tidak semuanya harus berlaku sama, sekali lagi itu adalah otoritas Allah. Bukan seperti rumus karena A maka B, atau karena si A melalui proses maka si B juga harus demikian.
2. Anak kecil belum tahu apa-apa untuk dapat menyombongkan diri juga belum tahu komersil untuk sesuatu yang dicapainya, dan anak kecil adalah simbol kepolosan dan kesederhanaan sikap apa adanya. Ini sebenarnya tamparan buat orang yang terlalu merasa lebih rohani dari sesamanya. (Pernah ada seorang pasien yang disembuhkan, hendak memberikan uang Rp 5 juta pada Selvin. Namun Selvin hanya mengambil Rp. 1000 dan mengatakan, uang itu akan didermakannya untuk gereja di hari Minggu, Solusi SCTV 4 April). Di sana tidak ada kantong persembahan yang dijalankan setiap kebaktian/ session ibadah, yang ada hanya kerelaan untuk memberikan pada saat perpisahan Sabtu pagi.
3. Tuhan sering memperkenalkan Diri melalui hal-hal sederhana (1 Raja-Raja 19:11–13). Bagaimana Tuhan menampakkan diri kepada Elia melalui angin sepoi-sepoi basa, bukan melalui angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu atau melalui gempa atau melalui api. Tuhan juga menyapa kita melalui wujud bayi Yesus dari keluarga yang sangat sederhana. Di sana ada yang tidak sembuh bahkan ada yang meninggal ? … itu benar; pada jaman Tuhan Yesus saja tidak setiap orang sakit yang berjumpa dengan Yesus serta merta disembuhkan bahkan pada jaman itu juga tetap ada yang meninggal, lalu apakah ini lantas akan mengubah kepercayaan kita kepada Yesus? … Ingat Yesus datang tidak seperti yang diharapkan oleh orang Israel (gagah perkasa, pemberani dan mampu membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi pada masa itu) bahkan terakhir harus tergantung di kayu salib tanpa daya!!! Lalu apakah ini juga harus membuat kita mundur? Mengapa Meko sebuah desa yang sederhana bukan Istora atau hotel berbintang??
Meko adalah bagian kecil dari kabupaten Poso desa yang sederhana. Di sana juga pernah terjadi konflik horisontal antar umat beragama. Yang ada di sana Tuhan mengajarkan kepada manusia bagaimana saling berbagi, saling memaafkan dan saling menolong tanpa berpikir untung-ruginya.
Lalu mengapa bukan di Istora atau hotel berbintang? Supaya orang dari segala lapisan dapat merasakan jamahan dari Tuhan tersebut. Saya juga mungkin akan kikuk semisal itu terjadi di hotel berbintang, apalagi orang-orang kampung yang sangat sederhana yang juga banyak datang ke sana, tempatnya sangat sederhana dari tenda-tenda plastik alas papan. Semua orang dari berbagai lapisan berbaur jadi satu, hal yang tidak mungkin terlihat jika sekiranya itu terjadi di tempat yang mewah.
Berdoa menurut keyakinan masing-masing dan saya akan pimpin dalam doa Bapa Kami? Itu juga benar.
Ini sangat jelas!!! Manusia diberi kebebasan untuk memilih, karena di sana tidak ada sistem doktrin bahwa orang harus jadi Kristen terlebih dahulu baru bisa disembuhkan, di sana yang ditekankan adalah bagaimana meyakini adanya Tuhan. Di sisi lain saya yakin yang bekerja di sana adalah Tuhan yang kita sembah, setiap orang yang ke sana diperlihatkan bagaimana kuasa Tuhan yang kita sembah itu bekerja secara dasyat!!! Sungguh hanya dengan puji-pujian, orang dari keyakinan lain tetap diingatkan bahwa yang menyembuhkan mereka adalah Tuhan, tinggal bagaimana manusia itu memahami Tuhan yang mana yang menyembuhkan mereka (meskipun itu dibahasakan sesuai dengan keyakinan mereka tetapi tetap ”hanya ada satu Tuhan”). Terjemahan Alkitab sendiri untuk Tuhan menyesuaikan dengan bahasa lokal/ setempat, disebut apa ”Yang Maha Kuasa / Yang Mulia” pada daerah tersebut, itu yang diikuti untuk terjemahan Tuhan (di sana tidak dikatakan Allah kita sama). Sekali lagi tinggal manusianya memahami Tuhan yang mana yang telah menyembuhkannya dan Tuhan mana yang harus disembah, apakah Tuhan dari orang yang telah mendoakannya, ataukah Tuhan yang dia sapa lewat doanya sendiri.
Ingat sejak awal penciptaan alam di dalam taman Eden, Tuhan menghadirkan pohon pengetahuan baik dan jahat. Ini jelas bagi kita bahwa dari awal manusia diberikan kebebasan untuk memilih, tentunya memilih dengan segala konsekuensi, dan ini bukan berarti Allah membiarkan manusia untuk jatuh ke dalam dosa, itu kita yakini bersama.
Mungkin saja kalau di Meko diisi dengan banyak khotbah maka orang dari keyakinan lain akan merasa didoktrin bahkan mungkin ada yang akan mengatakan ”memanfaatkan kesempatan untuk Kristenisasi”, ini kan fatal. Untuk kasus ini saya yakin Tuhan sudah berencana dari awal.
Puji Tuhan, peristiwa Meko membawa banyak perubahan drastis, banyak orang dengan sendirinya rajin ke Gereja pada hari minggu, banyak meninggalkan kebiasaan buruk, lebih dahsyat lagi banyak orang yang kembali dari Meko menyerahkan diri untuk dibaptis, lalu apakah ini tidak akan anggap sebagai pekerjaan Roh Kudus? Tinggal bagaimana pihak Gereja me-”manage” hal ini sehingga orang tidak lagi menjadi kendor atau malah bahkan mundur.
Yang terakhir: di sana hanyalah berdoa, baca firman dan menyanyi Lagu Rohani tanpa iringan musik sama sekali, ya, hanya dengan tepuk tangan semuanya dengan penuh kesederhanaan. Orang tidak dipaksakan untuk mengucapkan bahasa yang tidak dimengerti oleh diri sendiri dan juga tidak dapat dimengerti oleh orang lain, yang ada bagaimana orang menangkap pesan yang ada lewat pujian, doa dan pembacaan yang mereka dengar!!!
Jangan mempermainkan keyakinan dengan logika manusia yang sebenarnya sangat terbatas, yang penting mau menerima kuasa Tuhan dengan segala kepolosan tanpa harus berlogika, tetapi hanya dengan iman, karena kematian dan kebangkitan Yesuspun tidak akan pernah terjangkau oleh logika manusia.
SEBUAH KESAKSIAN dan PERJALANAN KE MEKO
Dear Sang Torayan,
Di bawah ini saya berbagi apa yang saya alami dan lihat sendiri di desa Meko. Semoga menjadi berkat bagi kita semua.
Minggu lalu saya baru dari desa Meko. saya melihat sendiri bagaimana Allah menyatakan kasih-Nya lewat kesembuhan begitu banyak orang. Sebelumnya, saya tidak menyangka akan menjumpai situasi seperti itu. Saya berangkat ke Meko berdasarkan sepotong informasi via sms tentang seorang anak di tempat saya yang saya ketahui buta sejak lahir, tapi telah melihat karena mengalami penyembuhan di desa Meko. Pada saat itu, saya sedang sibuk-sibuknya jadi tidak sempat melirik ke milis ini, jadi tidak tau juga kalau mujizat Meko sudah diposting di milis ini. Cukup mengherankan bagi saya kemudian, bahwa tiba-tiba saja saya memutuskan berangkat ke Meko, hanya dengan sebuah sms (satu sms, bukan beberapa sms!). Hari itu juga saya pesan tiket untuk keesokan harinya ke Palu, padahal saya belum mengajukan cuti di kantor. Saat mengajukan cuti lewat telpon, ajaib juga, atasan saya langsung mengabulkan, tanpa banyak tanya, padahal aturan main di tempat kerja saya, cuti diajukan minimal satu bulan sebelumnya. Ini cuma satu hari sebelumnya! Urusan cuti beres, ternyata flight penuh semua! Tapi saya tetap tenang. Sore hari saya dapat kabar, ada pembatalan, tersedia satu tiket untuk ke Palu keesokan harinya.
Tanggal 4 April, malam hari, saya tiba di Palu. Ini perjalanan saya yang pertama ke wilayah Sulawesi Tengah. Rencananya saya langsung ke Tentena malam itu, tetapi karena cuaca buruk, penerbangan sempat diundur beberapa jam, sehingga sampai di Palu pada pukul 21.20, padahal bis terakhir ke Tentena berangkat 21.00. Akhirnya Kamis, tanggal 5 April, 10.00 saya meninggalkan Palu menuju Tentena. Sampai di terminal Tentena sudah sore, angkutan terakhir ke Meko sudah berangkat, tapi tidak jadi masalah karena cukup banyak ojek tersedia di terminal Tentena ke Meko.
Mendung menggayut di Tentena dan sekitarnya, tampaknya akan hujan deras, dan memang demikian. Di perjalanan kami dihadang hujan deras, berhenti berteduh sambil ngobrol dengan bapak ojek. Ternyata ada hikmahnya juga. Bapak ojek menyatakan pandangan-pandangannya yang sangat menguatkan mengenai mujizat Meko. Dalam guyuran hujan kami nekad meneruskan perjalanan karena kalau menunggu hujan berhenti, entah jam berapa baru dapat mencapai Meko. Menyusuri jalanan kecil, berliku, naik turun, sepanjang pinggiran danau Poso, udara sangat dingin, tapi tidak ada penyesalan! Beruntung semua bawaan saya packing dengan plastik sebelum dimasukkan tas, jadi bisa dipastikan tidak akan basah.
Sebelum memasuki Meko, bapak ojek mengajak singgah di rumah adiknya, untuk ganti pakaian, karena basah kuyup, sementara menurut beliau akan sulit bila ganti pakaian di Meko, sudah ribuan orang! Setelah menikmati kopi panas, kami melanjutkan menuju Meko. Sesampai di Meko saya mendapati situasi yang begitu "riuh". Begitu banyak mobil, begitu banyak orang, begitu banyak tenda, begitu banyak warung, hujan, berlumpur, becek, tapi suasananya begitu damai... Saya sebenarnya membawa tenda yang praktis untuk dipasang, tetapi mengingat saya tiba malam hari, dalam keadaan hujan deras, cukup sulit untuk mencari lokasi dimana saya bisa memasang tenda saya, karena tenda sudah ada dimana-mana... Akhirnya, dengan bantuan bapak ojek, saya bergabung dengan tenda serombongan orang dari Tentena. Ternyata tidak cuma saya, orang lain yang bergabung sebelumnya dalam tenda sudah ada seorang ibu dan anaknya dari Luwuk, dua orang bapak dan anaknya dari Toraja dan 2 ibu Muslimah. Jadilah satu tenda itu diisi oleh sekitar 20 orang! Penuh sesak, tapi malah hangat, dalam udara dingin.
Seharusnya saya lelah, setelah menempuh perjalanan darat hampir 8 jam, kehujanan pula! Tapi tidak, kami langsung bernyanyi-nyanyi dalam tenda. Dan pemandangan mengenaskan dimulai. Begitu banyak orang sakit lalu-lalang di depan tenda kami, mereka semua menuju ke balai desa atau halaman rumah Selvin, yang menjadi sentral puji-pujian. Logika saya, dalam siraman hujan, tengah malam begini, seharusnya orang sakit tidak berkeliaran di luar, makin parah nantinya! Tapi tidak, wajah-wajah penuh harapan, baik dari yang bersangkutan maupun yang membawa, semua tumpah-ruah berusaha gabung dengan yang lain-lain untuk memuji Tuhan. Malam itu, berkali-kali terdengar sorak-sorai, menandakan kesembuhan telah terjadi lagi. Pujian terus dikumandangkan sampai pagi: Jum'at Agung.
Jum'at agung, penjamahan dimulai. Ibunda Selvin mulai menjamah setiap yang hadir sejak jam 07.00, baik di depan rumahnya maupun berjalan dari tenda ke tenda. Estimasi saya ada puluhan ribu orang yang hadir saat itu. Ibunda Selvin menganjurkan untuk setiap yang sudah dijamah atau yang menunggu giliran untuk menuju ke gereja yang ada di Meko, melakukan Perjamuan Kudus yang diadakan gereja dalam rangka Jum'at Agung. Setelah beristirahat selama 2 jam, penjamahan dilanjutkan kembali dari jam 14.00 sampai selesai malam hari, sekitar 20.30! Yang lumpuh berjalan, buta melihat, bisu bicara, gila mulai tenang bahkan mulai memuji Tuhan! Itu yang terlihat secara fisik, belum lagi yang sembuh dari penyakit dalam. Mengiringi ibunda Selvin, terlihat juga Pdt. Rinaldy Damanik, mantan Ketua Sinode GKST (wawancara eksklusif dengan beliau sudah diposting juga di milis ini).
Saya cuma termangu. Diri begitu kecil, di hadapan Allah yang begitu berkuasa. Sabtu pagi, 7 April setelah ibadah pagi saya meninggalkan Meko menuju Toraja, memanfaatkan sisa cuti.
Rabu, 11 april 2007, untuk yg kedua kalinya saya kembali ke Meko, kali ini saya berangkat dari Toraja. Dan lagi-lagi, saya menyaksikan Allah bekerja luarbiasa. Dalam tenda kami, pada Jum'at pagi, 13 April 2007, sebelum penjamahan mencapai tenda kami, 3 orang lumpuh telah berjalan! Kursi rodapun ditinggal di Meko. Seorang yang saya kenal, diharuskan mengkonsumsi obat seumur hidupnya, dan sudah 4 tahun dia menjalani hal tersebut setiap hari. Jika sehari tidak mengkonsumsi obat, akan mengalami kram. Sampai saya berpisah dengannya di Makassar, karena berbeda daerah tujuan selanjutnya, ia sudah lebih seminggu tidak minum obat dan tidak terjadi apa-apa. Sembuh. Lagi-lagi terjadi begitu banyak kesembuhan.
Bagi saya pribadi, lawatan Allah di Meko, selain menyentuh jasmani, ada yang lebih dalam dari itu: menyembuhkan jiwa dan rohani. Beberapa orang terdekat berhenti merokok. Gereja Toraja jemaat Palato, Sa'dan dimana saya hadir beribadah, penuh sesak, bahkan ada yang berdiri karena bangku penuh, termasuk yang di balkon, berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Jemaat yang baru pulang dari Meko bersaksi dengan menaikkan puji-pujian, spontanitas, tanpa latihan sebelumnya, yang tidak muat untuk berdiri di depan, berdiri di tempat masing-masing, bersama-sama memuji Tuhan. Seorang nenek setelah dari Meko mengumpulkan anak-anak SD sekitar tempat tinggalnya, dan dengan suara pas-pasan mengajari mereka lagu-lagu rohani! Semula saya pikir nenek tersebut yang minta diajari, ternyata sang nenek yang mengajarkan pujian. Waktu saya tanya kenapa mengajari anak-anak kecil lagu-lagu rohani, dijawabnya dengan muka serius: "Kan nakua Puang Matua, male komi umpatale' sukaran aluk-Ku" (kira-kira terjemahannya: "Tuhan berkata, pergilah kamu menyebarkan injil-Ku"). Sentuhan-Nya pada pribadi-pribadilah yang mampu membuat perubahan yang begitu fenomenal. Terakhir saya kembali ke Toraja akhir 2005, ketika saya bandingkan dengan kepulangan saya April 2007 ini, maka di Toraja, setidaknya di lingkungan saya berada, sangat berbeda, sukacita, damai, kesatuan jauh lebih terasa. Sangat menyenangkan!!
Apabila diberi kesempatan, saya masih ingin kembali ke Meko, desa kecil, yang bagi saya merupakan surganya dunia! Mudah-mudahan banyak di antara kita yang juga tergerak ke Meko. Bukan untuk apa-apa, selain untuk mengalami sentuhan-NYA bagi tubuh, jiwa, roh kita masing-masing. Dan akhirnya, benar dan Amin, Allah kuasa melakukan segala perkara!
Diberi kesempatan mengalami lawatan-NYA,
-imaji-
Sumber: http://www.gerejatoraja.com
Be blessed more by reading all of this Sulawesi series!
Diberkatilah lebih lagi dengan membaca seluruh serial Sulawesi ini!
Puji Tuhan......
BalasHapusbuat orang yang percaya....mukjizat pasti ada
amin
Tahun 2008 dan 2010 saya mampir di rumah Selvin tetapi sudah tidak ada kegiatan. Saya berjumpa dgn seseorang yg mengaku pamannya tapi tdk byk info yg saya dapat. Semoga iman kita tetap teguh meski tanpa ada mukjizat karena hidup itu sendiri sudah merupakan mukjizat.
BalasHapusHaleluya ...
BalasHapus